Perjuangan Mbah Warti, sebatang kara Jual Pisang 15 Ribu/Hari
Di pinggir jalan sebelah jembatan malo, sambil menahan teriknya matahari dan mencari tempat yang teduh untuk berjualan, Mbah Warti (79 thn) dengan sabar menunggu pembeli. “Pisang, pisang, pisang. Dibeli pisangnya, Nak.”
Dulu mbah Warti berjualan di pasar, namun 5 Bulan yang lalu Mbah Warti mengalami kecelakaan diserempet motor oleh anak-anak muda mabuk yang mengakibatkan jari tangan kanannya mengalami patah tulang dan tidak pernah diobati karena tidak memiliki biaya sehingga sekarang Mbah Warti hanya mampu berjualan keliling rumah dan di sekitaran jembatan Malo.
Setiap hari hampir 15 KM beliau menggendong pisang sambil berkeliling wilayah Malo dengan berjalan kaki. Tubuh tua itu semakin renta semakin membungkuk menahan beban dan jalannya pun kian tertatih. Sambil memijat tangannya perlahan, Mbah bercerita jika sering sekali merasakan sakit di tangannya karena kecelakaan itu . Selain itu Mbah Warti juga merasakan sakit di punggungnua akibat menggendong beban yang terlalu berat. Tapi Mbah bertekad tak ingin dikalahkan oleh keadaan dan harus tetap berusaha. “Saya harus tetap berusaha dan berhati-hati kalau berjualan”.
Selama ini Mbah Warti juga tinggal sendirian. 15 tahun yang lalu sang Suami meninggal dunia. Terpaksa hingga saat ini Mbah Warti harus berjuang sendiri demi sesuap nasi. Terkadang Mbah juga hanya mampu makan nasi dengan garam. Dilain Waktu tidak jarang mbah juga menukarkan pisangnya dengan ½ Kg beras jika pisangnya tidak laku.
Mbah Warti ingin sekali bisa mempunyai gerobak untuk memudahkan dirinya berjualan, namun apa daya hasil penjualan pisang masih belum cukup. Satu cengkeh pisang Mbah dijual Rp.15.000 tetapi terkadang juga ada yang menawar Rp.10.000. “Kalau tidak saya kasih , saya besok makan apa Nak ?”