Berjalan 10 KM dengan Mata Katarak, Kakek La Taane Hanya Dapat Rp7.000 Sehari

Di usia sekitar 60 tahun, Pak La Taane masih harus mendorong gerobak sejauh lebih dari 10 kilometer setiap harinya. Ia bukan warga asli kota ini, melainkan perantau dari Sulawesi yang kini hidup seorang diri, tanpa keluarga yang menemani. 

Setiap pagi, ia menyusuri jalanan kota mencari kardus dan botol bekas. Jika beruntung, hasilnya bisa Rp7.000 untuk makan. Tapi tak jarang ia pulang dengan tangan kosong. Di hari-hari seperti itu, air putih jadi satu-satunya yang bisa mengganjal perutnya. 

Sebelah matanya kini tak bisa melihat akibat katarak. Tapi itu tak menghentikannya. Ia tetap berjalan, tetap bekerja, meski tubuhnya semakin lelah.

Setiap kali menemukan kardus atau botol di pinggir jalan, matanya langsung berbinar. “Alhamdulillah, banyak botol. Bisa makan hari ini,” ucapnya sambil tersenyum kecil.

Namun tidak setiap hari ia seberuntung itu. Kadang ia sudah keliling berjam-jam, berjalan jauh, tapi tak menemukan apa-apa. Di hari-hari seperti itu, ia hanya bisa meneguk air putih untuk meredam lapar. “Kalau dapat Rp7.000, bisa buat beli nasi. Tapi seringnya ya enggak sampai segitu,” katanya

Pak La Taane juga mengalami gangguan penglihatan sebelah matanya sudah tak bisa melihat karena katarak yang tak pernah tertangani. Namun meski penglihatannya terbatas dan tubuhnya letih, ia tetap memaksakan diri berjalan, karena tak ada pilihan lain.

“Bapak kangen keluarga di kampung, Nak. Tapi untuk makan saja susah. Mana bisa nabung buat pulang,” ujarnya pelan.

Di rumah sederhananya, ia memilah hasil temuan hari itu sebelum dibawa ke pengepul. Ia tetap bersyukur meski hanya dapat sedikit. Dan tetap berharap, suatu hari bisa kembali ke kampung halamannya.

#SahabatBaik, Mari bantu Pak La Taane. Agar beliau tidak terus berjuang sendirian,  bisa makan layak, dan suatu hari bisa pulang ke kampung yang ia rindukan.