Di pinggir jalan itu, sambil menahan panasnya cuaca hari itu, Mbah Riyem (76 thn) dengan sabar menunggu pembeli mendatanginya.
“Kerupuk, kerupuk, kerupuk, kerupuknya, Nak”

Setiap hari 9 kg kerupuk beliau gendong sambil berkeliling wilayah Manguharjo, Madiun dengan berjalan kaki.
Rutinitasnya inilah yang semakin membuat beliau tertatih dalam berjalan dan semakin rendah bungkukan punggungnya.
Sesekali Mbah Riyem memijat kakinya yang letih berjalan, Mbah bercerita jika sering sekali merasakan nyeri punggung pula akibat menggendong beban yang berat. Tapi Mbah bertekad tak ingin dikalahkan oleh keadaan dan harus tetap berusaha.

10 tahun yang lalu sang suami meninggal dunia akibat sakit asma. Di usia senjanya, semangatnya tidak pernah menurun dan tetap berkeliling berjualan dengan senyum ramahnya yang senantiasa beliau lukiskan di wajahnya.
Mbah ingin sekali bisa mempunyai gerobak untuk memudahkan dirinya berjualan kerupuk, namun apa daya hasil penjualan kerupuk masih belum cukup.
“ Satu bungkus lima ribu, nak, ndak mahal. Mbah hanya ambil untung lima ratus rupiah, dibeli ya”

Mbah Riyem menuturkan bahwa beliau juga ingin berjualan dengan tidak perlu berkeliling. Akan lebih mudah rasanya bila bisa berjualan di lapak kecil di pasar tradisionalpun tidak mengapa. Namun harga sewa lapak dan perlengkapannya tidaklah murah bagi beliau.

Sosok wanita tangguh lainnya adalah Mbah Yuli (67 th), 11 tahun mengayuh sepeda sejauh 20 km menjual nasi bungkus seharga Rp3000 sampai jam 2 pagi demi kesembuhan sang suami yang sudah menemaninya selama 45 tahun.

Di usianya yang sudah tak lagi muda, dengan segala tenaga yang dimilikinya, Mbah Yuli dengan tekun menjemput rezeki untuk biaya berobat suaminya yang sakit dan kebutuhan mereka berdua, betapa bukti kesetiaan terlukis dari potret kisah mereka berdua.

“Mas, aku jualan dulu ya. Doakan semoga daganganku habis biar bisa beli obat untukmu,” ungkap lembut Mbah Yuli kepada suaminya.

Sang suami hanya berdoa Mbah Yuli pulang dengan selamat. Apalagi malam ini udara sangat dingin dan hujan akan turun. Mbah Yuli bisa saja baru sampai rumah jam 2 atau jam 3 subuh kalau kehujanan.
Tapi mau bagaimana lagi, semua yang Mbah Yuli lakukan adalah demi membeli obat sakit paru suami. “Saya nggak ada pilihan lain selain hidupi suami saya yang sakit. Saya gantikan posisi dia yang sudah 45 tahun setia bersama saya,” ungkap Mbah Yuli yang tak pernah melepas senyum di wajahnya.
Disclaimer : Merawat Indonesia tidak mewakili dan tidak bertanggung jawab atas segala bentuk informasi pada halaman campaign ini, karena informasi di atas sepenuhnya milik campaigner (penggalang dana).
Belum ada doa sahabat baik, donasi sekarang dan jadilah orang pertama yang memberikan doa