Dukung Mereka, Difabel Pejuang yang Hidup dengan Keterbatasan

"Kalau hari ini bisa makan, itu sudah cukup, Mas…"

Kalimat itu keluar lirih dari mulut Pak Kuyur, pria 58 tahun yang sehari-hari menjadi marbot masjid tanpa digaji, tanpa keluhan.

Padahal kedua kakinya sudah tak berfungsi, tapi ia tetap menyapu halaman, mengangkat sajadah, dan memastikan masjid tetap bersih.

Di tempat lain, Mbah Warijan (65) duduk di depan gubuk sempit yang jadi bengkelnya. Dengan alat tambal ban seadanya, ia bekerja dari pagi sampai malam. Kakinya tak bisa menopang tubuhnya dengan normal, tapi Mbah tak pernah putus asa. Ia hanya ingin bisa makan hari itu.

Dan di tengah kota, Pak Deni (35) mendorong gerobak kecil berisi minuman dingin. Sejak kecil ditinggal ibu kandungnya dan hidup sebatang kara, Pak Deni terus bertahan.

Ia tahu tak ada perusahaan yang mau menerima orang dengan fisik sepertinya. Maka ia memilih berdagang.Difabel bukan alasan bagi mereka untuk menyerah. Meski seringkali ditolak, disepelekan, atau bahkan tak dipedulikan.

Pak Kuyur tetap tersenyum saat membersihkan masjid, meski harus menahan nyeri setiap kali menggeser tubuhnya. Ia juga merawat ibunya yang sudah renta dan hanya terbaring di ranjang.

Mbah Warijan sering tidak makan karena seharian tidak ada pelanggan. Bahkan alat-alat tambal bannya sudah rusak dan tak layak, tapi ia terus bertahan karena tak ada pilihan lain.

Sementara Pak Deni berharap suatu hari bisa memiliki usaha tetap, agar tidak terus keliling di bawah panas. Ia ingin punya kehidupan yang lebih tenang. Dan diam-diam… ia juga ingin menikah, seperti laki-laki lain pada umumnya.

#SahabatBaik, yuk bantu mereka agar tetap bisa makan, beribadah, dan hidup layak meski dalam keterbatasan.

Caranya mudah:

✨ Klik tombol "DONASI SEKARANG"

✨ Masukkan nominal donasi

✨ Pilih metode pembayaran:

Virtual Account (VA), Instant Wallet, Bank Transfer, QRIS, atau Kartu Kredit

Terima kasih, #SahabatBaik